Senin, 01 Agustus 2011

Pahae Tanah Kanaan yang Subur

Kerusakan yang sangat parah menimpa HKBP Pangaloan karena guncangan gempa pada 14 Juni lalu. Perayaan prajubileum 149 tahun yang sudah direncanakan jauh sebelum gempa terjadi terpaksa diadakan di luar gereja karena kondisi bangunan tidak layak dipergunakan.

Pada perayaan prajubileum hari pertama dilaksanakan pada (2/7) yang dihadiri warga HKBP Pangaloan serta anak rantau dari Medan, Duri, Pekan Baru, Jambi, Palembang dan Jakarta.

Acara kebaktian dipimpin oleh Preses Silindung Pdt Sahat Manogari Silitonga MTh. Khotbah di ambil dari Kolose 2: 6-7.

Dalam khotbah Pdt Silitonga memberi semangat sereta memotivasi warga jemaat agar menjadikan Tuhan sebagai kekuatan abadi. Asa ngolu ni halak Kristen marparbue na denggan, nasa naso marparbue sitabaon doi. Nunga marparbuae hakristenonta i alai naeng togu marurat tu joloan on. Tarida di parbuena di tingki on di naro angka pangaranto ni luat Rura Pangaloan ruas ni huria on. Ttu joloan on laho pauli garejanta on dohot marjubileum parbue ni las ni rohanta ala barita na uli dohot haporseaonta.

Usai kebaktian, dilanjutkan dengan pasahat silua oleh jemaat dan anak-anak rantau. Lelang dan hiburan yang dipandu Guru Saur Maruli Huta Barat (mantan Direktur SMP HKBP Pangaloan sebelum SMK HKBP Pangaloan saat ini) dibantu Guru Huria Gr Alselsius Silaban/br Tanjung, St Alden Sitompul, Anturi dan seluruh parhalado dan Panitia.

Perayaan dihibur artis ibukota anak rantau HKBP Pangaloan yaitu Ya’maro Sitompul yang di kenal dengan artis/musisi otodidak/pencipta lagu dan penulis pemerhati adat budaya Batak. Terkumpul dana Rp 415 juta. Dana ini akan dipergunakan untuk pembangunan HKBP Pangaloan. Dalam waktu dekat akan dibangun dan diperkirakan dapat rampung sebelum jubileum 150 tahun, pada 2012.

Ya’maro Sitompul artis ibu kota anak ni huria HKBP Pangaloan, berhasil megumpulkan dana dengan melelang lagu ciptaannya sendiri sekitar Rp 94 juta. Dana tersebut dibagi dua untuk Panitia Prajubileum HKBP Pangaloan dan ke Dewan Pembangunan Sekolah SMK HKBP Pangaloan yang sudah rusak total.

Para murid SMK HKBP sangat berperan dalam kegiatan prajubileum yang diketuai Kepsek Jesron Sitompul ST (wakil Kepala Sekolah SMK HKBP) serta kerjasama yang baik bersama seluruh guru-guru dan orang tua murid dalam menyukseskan acara tersebut.

Pada kebaktian Minggu (3/7) perayaan dihadiri para undangan dari HKBP se- Luat Pahae dan Rura Silindung-Tarutung serta undangan dari gereja tetangga yang ada di wilayah Pahae. Hadir pada perayaan ini, Ephorus Pdt Dr Bonar Napitupulu dan istri Boru Sitanggang serta Bupati Tapanuli Utara Torang Lumbantobing dan istri, dinas pemerintahan, camat se-Tapanuli Utara, Ketua DPRD Taput yang di wakili para anggota DPRD.

Kebaktian Minggu dipimpin Ephorus HKBP, Pdt Bonar Napitupulu. Landasan kotbah dikutip dari 3 Musa 25:1-10.

Pada saat itu berkumandang lagu “Jubileum” karya Ya’maro Sitompul. Lagu ini jauh hari sudah dikirimkan kepada warga HKBP Pangaloan dan murid SMK HKBP Pangaloan untuk dipelajari.

Bupati Taput, Torang Lumbantobing, dalam sambutannya mengajak para warga serta jemaat untuk bersatu padu membangun bonapasogi dengan semangat kebersamaan dalam holong na mangolu. Membangun bonapasogit adalah tanggung jawab kita sendiri dan bersama untuk maju, bukan karena orang lain. Kita sendirilah yang membuat kita maju. Tanah Pahae sangatlah tergolong subur. Bupati mencontohkan Luat Pahae umumnya Tapanuli Utara sama dengan Tano Kanaan. Kita harus bersyukur kepada Tuhan Yesus. Tanah kita ini di tumbuhi tanaman yang diberkati Tuahn, seperti; kemenyaan, kopi, karet, coklat, padi dan palawija yang sangat gampang pengembanganya tanpa ketergantunagan banyaknya pupuk. Tanah ini milik kita. “Mari kita bangun bersama agar Tuhan tersenyum memberkati kita semua,” kata Torang.

Pada kesempatan itu Torang Lumbantobing menyumbangkan lagu. Juga memimpin lelang ulos. Hasil lelang yang dipimpin bupati sebanyak Rp 100 juta.

Kemudian Ya’maro Sitompul membawakan lagu ciptaannya “Lalo Pahae.” Lagu “Tangiang ni Dainang” juga dinyanyikan Ya,maro. Saat lagu ini dinyanyikan ibu Ya,maro, Ompu Partoto Simorangkir ( 85 tahun) naik ke pentas memeluk anaknya dengan tangis haru sambil memegang uang Rp 100.000 yang disaksikan Ephorus Pdt Bonar Napitupulu dan Bupati Taput Torang.

Bupati Torang Lumbantobing mengepresiasi lagu “Jubileum” dan “Lalo Pahae” disaksikan Ephorus HKBP. Kedua lagu ciptaam Ya’maro Sitompul disumbang Torang Lumbantobing Rp10 juta. Bahkan lagu berjudul “Jubileum” akan diperlombakan di Wilayah I Parolopolopon Jubileum 150 Tahun HKBP. “Memang lagu Jubileum adalah sebagai bentuk ucapan syukur kepada Tuhan atas penyertaanya dan berkat melimpah kepada huria ni Tuhanta,” ucap Ya’maro.

Lagu Lalo Pahae dalam waktu dekat akan diproduksi oleh Djaro Music cantare, yang dipimpin Drs Victor Hasibuan (Ketua Pomparan Raja Hasibuan seluruh dunia) Produser Ya’maro Sitompul sekaligus sebagai led artis. Shoting visual (gambar) telah rampung di Tapanuli Utara dan Pahae sebagai pusat gempa dan Shoting Clos Up di Villa Sigaol, Gunung Salak, Bogor.

Panitia Prajubileum yang dipimpin oleh Ir Pangoloi Sitompul yang tinggal di Palembang, dengan Ketua Pelaksana Pratman Sitompul yang tinggal di Pahae dan seluruh panitia benar-benar bahu-membahu dalam pelaksanaan prajubileum ini. Begitu juga Posma Sitompul/Hutahayan dan Ny Diana Ruhut Sitompul dari Jakarta. Tak ketinggalan komunitas perantau dari Medan, Pekan Baru, Duri, Jambi, Palembang bersama-sama memberi perhatian kepada HKBP Pangaloan yang bulan lalu rusak diguncang gempa.

Berita prajubileum HKBP Pangaloan ini disampaikan Ya,maro Sitompul kepada Suara HKBP di Jakarta. bas




Ephorus HKBP Pdt Bonar Napitupulu dan istri Boru Sitanggangang




Bupati Tapanuli Utara Torang Lumbantobing dan istri




Ya’maro Sitompul/Op Partoto Simorangkir ( 85 tahun )




HKBP Pangaloan setelah gempa




Ya’maro Sitompul Memimpin Koor Lagu JUBILEUM.

CERDIK DAN LICIK

Baharuddin Silaen

“Menghadapi persoalan bangsa hendaknya disikapi dengan cerdik,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di hadapan peserta Muktamar VIII Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Gedung Sasana Budaya Ganesha Bandung. (Kompas 4/7)

Kata “cerdik” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia; lekas mengerti dan pandai mencari akal, pintar, berakal, panjang akal. Lawan kata cerdik adalah “licik.” Licik artinya; banyak akal yang buruk, pandai menipu, culas, curang.

Sungguh cerdik SBY memilih kata untuk mengurai suatu makna agar artinya terang benderang. Menghadapi persoalan bangsa hendaknya disikapi dengan cerdik; lekas mengerti dan pandai mencari akal, pintar, berakal serta panjang akal.

Pilihan kata itu sungguh tepat dalam kondisi bangsa yang ingin keluar dari budaya licik ke budaya unggul (cerdik) Sebab yang tertangkap mata dalam ruang publik adalah perilaku licik yang dibungkus apik dengan kepura-puraan dan basa-basi. Perilaku licik—banyak akal yang buruk—pandai menipu—culas—curang. Gambaran buruk inilah yang kita saksikan saban hari yang juga dipertontonkan lewat media televisi dan yang ditulis di media massa cetak.

Ini juga adalah wajah kita yang betah tampil berpura-pura sambil menjaga perasaan ketimbang mengungkap fakta apa adanya. Lalu mendadak berubah menjadi pribadi yang tak pecaya diri—rapuh serta acap menduga-duga yang bukan-bukan. Menduga orang lain akan marah, tersinggung—lalu akan mejadi lawan yang habis-habisan membeberkan aib keluarga. Akhirnya ketika menyampaikan sesuatu pun tidak lagi mampu jujur tapi malah berdusta sambil memilih kata yang dianggap pas menutupi fakta.

Bahkan menjadi terbiasa mempelintir fakta. Buktinya, kita sebut aman padahal ricuh. Dikatakan rukun padahal saling menyerang. Kita sebutkan pemerintah bersih tapi koruptor merajalela. Kita katakan bangsa yang ramah padahal gampang marah. Disebutkan demokratis padahal diskriminatif. Disebutkan sejahtera padahal di depan pintu rumah berjejer orang miskin. Dikatakan tidak ada teroris tapi bom sering meledak. Rajin menyebut nama Allah tapi maling. Disebutkan cerdik padahal licik.

Dusta itu pun bukan lagi hanya sebatas pilihan kata, namun sudah merembes ke mana-mana. Dia sudah akarab dalam reklame. Heboh di iklan pemukiman. Ditulis dalam iklan, lokasi perumahan bebas banjir. Padahal, hanya 30 menit hujan turun sudah tergenang banjir. Ditulis dalam iklan, dapat ditempuh hanya 15 menit dari Semanggi padahal lebih dari satu jam. Memperpanjang KTP/SIM tidak dipungut biaya, ternyata ada salam tempel. Tidak dipungut uang pembangunan sekolah, padahal dipungut juga. Licik!

Kebiasaan buruk ini terus tumbuh subur dengan akar yang tertancap kukuh dalam keseharian kita. Tak heran kalau jumlah orang yang suka mencari jalan pintas terus marak. Lebih suka menyogok daripada berlama-lama antri. Manusia semacam ini masuk kategori licik atau cerdik?

Antara licik dan cerdik menjadi remang-remang. Agaknya, orang cerdik tidak bakal populer kalau tidak licik. Manusia cerdik adalah manusia yang berpikir obyektif—jujur dan berbudaya. Tapi di negeri ini, orang jujur disingkirkan, diusir dari tempat tinggalnya. Bukankah seorang ibu wali kelas seorang anak SD di Surabaya yang jujur dan berani menyuarakan kecurangan (licik) nyontek massal saat ujian nasional di sekolah itu malah diserang dan dimusuhi?

Inilah akibat ulah yang salah kaprah yang sudah lama dibiarkan. Sikap kita yang berlebihan memuja dan memperlakukan orang berduit, berkuasa, tampil menawan dengan mobil yang menyilaukan mata. Menyambut dan mempersilahkannya duduk di tempat istimewa. Tapi kurang peduli menghargai dan menghormati orang jujur karena tampil apa adannya. Sebenarnya, inilah wajah budaya kita yang benar-benar masih pada level di permukaan—memandang seseorang dari merek mobilnya—rumahnya—hartanya dan kekuasaannya. Belum mampu melihat seseorang dengan cerdas; obyektif, jujur dan bermartabat.

Begitu juga figur orang jujur, nyaris terlupakan oleh media massa cetak dan media massa elektronik. Maklum, sosok orang jujur kurang menjanjikan dalam banyak hal—tak mampu mendongkrak tiras dan tak sudi orang membacanya. Tapi, berita gossip, selingkuh, percerain selebritis, koruptor ditayangkan berulang-ulang. Rupanya, berita miring ini menjadi komoditas yang menggiurkan bagi media?

Harap diingat, jangan sampai ada kesan seolah-olah orang jujur dilarang berbicara di negeri ini. Hanya manusia licik, curang dan pandai menipu yang “dihargai” dan ditakuti bahkan berkoar-koar. Nazaruddin adalah contoh manusia licik saat ini, mengubar isu dari persembunyiannya dengan memanfaatkan digital dan skype bahkan wancaranya diunggah di Youtube. Benar-benar licik, buktinya tidak ada yang punya nyali menangkap dan membawanya pulang ke Indonesia.

Bahkan Presiden SBY hanya sebatas memohon agar Nazaruddin pulang ke Tanah Air. Luar biasa liciknya Nazaruddin, presiden saja hanya mampu “menasehati” dia supaya pulang. Kenapa tidak mencarinya dan membawanya pulang ke Indonesia?

Tampaknya, kali ini orang cerdas kalah mutlak terhadap orang licik?

Penulis mengajar di Fisipol UKI dan Fikom UMB Jakarta

Prospek Obat Herbal

Prospek obat herbal di Indonesia di masa mendatang akan cerah. Bila bahan-bahan herbal ini telah memenuhi syarat evidence based medicine, maka obat herbal akan menjadi jenis obat yang diminati mayarakat karena harganya tejangkau dan bahannya mudah didapat.

Jika ditelusuri ke belakang, sebenarnya cara-cara penggunaan tumbuh-tumbuhan sebagai obat sudah dikenal sejak zaman dahulu. Dari catatan kuno Papyrus Ebers menyebutkan pada 1550-1320 SM di Mesir telah ada sekitar 700 bahan obat yang berasal dari tumbuhan dimanfaatkan sebagai obat penyembuh penyakit.

Bahkan Hippocrates yang dikenal sebagai Bapak Kedokteran mengungkapkan dalam buku berjudul Corpus Hippocratum bahwa ia senantiasa menggunakan 230 macam tumbuhan dalam praktek pengobatan yang dilakukan.

Di Indonesia sendiri, bukti pemanfaatan tumbuhan sebagai obat dapat dilihat dari relief di Candi Borobudur yang menggambarkan orang sedang meracik obat (jamu) yang berasal dari tumbuhan. Bukti lainnya tercantum dalam berbagai naskah lama seperti Serat Primbon Jampi maupun Serat Racikan Boreng Wulang Dalem.

Sampai sekarang, penggunaan tumbuhan sebagai obat masih terus dilakukan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 80 persen penduduk negara berkembang masih mengandalkan pemiliharaan kesehatan dengan pengobatan tradisional dan 85 persen pengobatan tradisional ini menggunakan tumbuhan sebagai obat.

Kecenderungan penggunaan tumbuhan sebagai obat juga terjadi di Negara maju. Melalui Gelombang Hijau Baru (new green wave) 1970-an mucul tren gaya hidup kembali ke alam yang ditandai dengan kemunculan berbagai toko makanan kesehatan seperti herbal tea.

Farmakolog Prof Amir Syarif dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) kepada Info Obat, menyatakan bahwa keragaman tumbuhan darat dan laut sudah diolah dan dipasarkan, tetapi hampir sebagian besar dokter di Indonesia belum merekomendasikan penggunaan obat tradisional dengan menggunakan bahan baku tumbu-tumbuhan. Yang menarik, ada kecenderungan industri farmasi yang selama ini memproduksi obat kedokteran formal, mulai meminati produk tumbuhan obat.

Kekayaan Hayati

Keanekaragaman hayati yang ada di bumi Nusantara ini memang menjadikan Indonesia berpotensi sebagai produsen obat dari tumbuhan. Tak kurang 1000 jenis tumbuhan yang ada di Indonesia telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional.

Harus ada standarnisasi untuk pemanfaatan tumbuhan sebagai obat. Di antaranya, harus tetap memperhatikan faktor-faktor seperti kontaminasi dan kontaminan potensial yang bisa mempengaruhi kualitas tumbuhan. Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan di Swedia terbukti bahwa kontamininasi mikroba bisa menyebabkan infeksi pada organ tubuh.

Kontaminasi tumbuhan bisa berasal dari pestisida. Selama ini, penggunaan pestisida sangat longgar sehingga berisiko terhadap tumbuhan yang menjadi bahan baku obat. Kontaminasi juga dapat berasal dari residu paskapanen serta logam beracun yang asalnya dari industri, emisi kendaraan bermotor maupun fungsida merkuri organik.

Dengan standarnisasi ini maka syarat kesehatan, keamanan, keselamatan, lingkungan maupun perkembangan iptek akan selalu diperhatikan bagi pengelolaan tumbuhan menjadi obat. Dengan adanya standarisasi maka tumbuhan obat memiliki prospek untuk dimanfaatkan di kalangan medis.

Potensi tumbuhan obat sebagai alternatif pengobatan di kalangan medis bisa diawali melalui perubahan kurikulum pendidikan kedokteran di mana tumbuhan obat atau obat tradisional dimasukkan sebagai kurikulum inti yang diajarkan. Dengan cara ini maka pengujian secara klinis maupun ilmiah terhadap khasiat tumbuhan obat telah dimulai di perguruan tinggi.

Adanya tumbuhan obat ini akan menjadikan membubungnya harga obat tidak lagi dipersoalkan. Karena harga obat alternatif yang berasal dari tumbuhan dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. (info obat/bas)