Senin, 01 Agustus 2011

Prospek Obat Herbal

Prospek obat herbal di Indonesia di masa mendatang akan cerah. Bila bahan-bahan herbal ini telah memenuhi syarat evidence based medicine, maka obat herbal akan menjadi jenis obat yang diminati mayarakat karena harganya tejangkau dan bahannya mudah didapat.

Jika ditelusuri ke belakang, sebenarnya cara-cara penggunaan tumbuh-tumbuhan sebagai obat sudah dikenal sejak zaman dahulu. Dari catatan kuno Papyrus Ebers menyebutkan pada 1550-1320 SM di Mesir telah ada sekitar 700 bahan obat yang berasal dari tumbuhan dimanfaatkan sebagai obat penyembuh penyakit.

Bahkan Hippocrates yang dikenal sebagai Bapak Kedokteran mengungkapkan dalam buku berjudul Corpus Hippocratum bahwa ia senantiasa menggunakan 230 macam tumbuhan dalam praktek pengobatan yang dilakukan.

Di Indonesia sendiri, bukti pemanfaatan tumbuhan sebagai obat dapat dilihat dari relief di Candi Borobudur yang menggambarkan orang sedang meracik obat (jamu) yang berasal dari tumbuhan. Bukti lainnya tercantum dalam berbagai naskah lama seperti Serat Primbon Jampi maupun Serat Racikan Boreng Wulang Dalem.

Sampai sekarang, penggunaan tumbuhan sebagai obat masih terus dilakukan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 80 persen penduduk negara berkembang masih mengandalkan pemiliharaan kesehatan dengan pengobatan tradisional dan 85 persen pengobatan tradisional ini menggunakan tumbuhan sebagai obat.

Kecenderungan penggunaan tumbuhan sebagai obat juga terjadi di Negara maju. Melalui Gelombang Hijau Baru (new green wave) 1970-an mucul tren gaya hidup kembali ke alam yang ditandai dengan kemunculan berbagai toko makanan kesehatan seperti herbal tea.

Farmakolog Prof Amir Syarif dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) kepada Info Obat, menyatakan bahwa keragaman tumbuhan darat dan laut sudah diolah dan dipasarkan, tetapi hampir sebagian besar dokter di Indonesia belum merekomendasikan penggunaan obat tradisional dengan menggunakan bahan baku tumbu-tumbuhan. Yang menarik, ada kecenderungan industri farmasi yang selama ini memproduksi obat kedokteran formal, mulai meminati produk tumbuhan obat.

Kekayaan Hayati

Keanekaragaman hayati yang ada di bumi Nusantara ini memang menjadikan Indonesia berpotensi sebagai produsen obat dari tumbuhan. Tak kurang 1000 jenis tumbuhan yang ada di Indonesia telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional.

Harus ada standarnisasi untuk pemanfaatan tumbuhan sebagai obat. Di antaranya, harus tetap memperhatikan faktor-faktor seperti kontaminasi dan kontaminan potensial yang bisa mempengaruhi kualitas tumbuhan. Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan di Swedia terbukti bahwa kontamininasi mikroba bisa menyebabkan infeksi pada organ tubuh.

Kontaminasi tumbuhan bisa berasal dari pestisida. Selama ini, penggunaan pestisida sangat longgar sehingga berisiko terhadap tumbuhan yang menjadi bahan baku obat. Kontaminasi juga dapat berasal dari residu paskapanen serta logam beracun yang asalnya dari industri, emisi kendaraan bermotor maupun fungsida merkuri organik.

Dengan standarnisasi ini maka syarat kesehatan, keamanan, keselamatan, lingkungan maupun perkembangan iptek akan selalu diperhatikan bagi pengelolaan tumbuhan menjadi obat. Dengan adanya standarisasi maka tumbuhan obat memiliki prospek untuk dimanfaatkan di kalangan medis.

Potensi tumbuhan obat sebagai alternatif pengobatan di kalangan medis bisa diawali melalui perubahan kurikulum pendidikan kedokteran di mana tumbuhan obat atau obat tradisional dimasukkan sebagai kurikulum inti yang diajarkan. Dengan cara ini maka pengujian secara klinis maupun ilmiah terhadap khasiat tumbuhan obat telah dimulai di perguruan tinggi.

Adanya tumbuhan obat ini akan menjadikan membubungnya harga obat tidak lagi dipersoalkan. Karena harga obat alternatif yang berasal dari tumbuhan dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. (info obat/bas)

Tidak ada komentar: