Baharuddin Silaen
Menurut kaidah bahasa, kalimat ialah gabungan kata yang mengandung arti. Terdiri dari pokok kalimat, sebutan dan keterangan. Atau boleh juga disebutkan, kalimat ialah huruf, kata, gabungan beberapa kata, teratur, dilengkapi tanda baca dan mengandung pernyataan lengkap. Kurang lebih seperti itulah defenisinya.
Persoalannya, apakah kalimat yang teratur dan benar menurut kaidah bahasa otomatis logis? Belum tentu? Coba perhatikan kebiasaan warga Jakarta ketika mau turun dari bis atau angkot, dibilang “kiri” untuk stop. Dalam Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia, kiri adalah lawan kanan. Tidak ada disebutkan kiri artinya stop atau berhenti. Hanya bagi warga Jakarta “kiri” artinya stop. Kebiasaan ini sudah berlangsung lama malah dianggap benar, tetapi tidak logis dan masuk akal.
Kesalahan serupa dijumpai juga dalam tulisan di media cetak maupun dalam percakapan resmi. Susunan kalimat sudah benar, baik bahkan enak dibaca tapi tidak logis. Memang, tidak gampang mengetahui apakah kalimat itu logis atau tidak? Soalnya, ketika dibaca tidak ada yang mengganggu, lancar dan mengalir begitu saja.
Seperti apakah kalimat yang tidak logis itu? Tidak logis artinya tidak masuk akal? Contoh kalimat tidak logis. “Pendeta resort yang kami hormati, kami undang ke depan untuk memberikan kata sambutan, waktu dan tempa kami persilahkan.” Di mana letak ketidaklogisan kalimat ini? Yang diminta memberikan sambutan adalah pendeta resort, tetapi yang dipersilahkan “waktu” dan “tempat.” Tidak logis! Memangnya waktu dan tempat bisa memberi kata sambutan? Tidak mungkin. Yang benar dan logis ialah, “pendeta resort yang terhormat kami undang untuk memberi kata sambutan.” Mengapa harus mempersilahkan waktu dan tempat?
Tapi jangan kaget, cobalah perhatikan baik-baik ketika mengikuti acara resmi apakah itu di kantor atau di gereja, saat kata sambutan, protokol sering melakukan kesalahan seperti itu?
Cotoh lain yang tidak logis. “Mari kita berlomba mengejar ketinggalan di bidang teknologi pada masa lampau.” Letak tidak logisnya di mana? Mengejar ketinggalan pada masa lampau. Bagaimana mungkin mengejar ketinggalan di masa lampau. Tidak mungkin ketemu. Sebab, mengejar pastilah ke depan, sedangkan ketinggalan di masa lampau sudah jelas posisinya jauh di belakang. Sudah pasti tidak ketemu, sampai kiamat pun tidak bakal ketemu. Sebaiknya, kalimat itu ditulis seperti ini, “kita harus berupaya dan kerja keras supaya kita jangan ketinggalan di bidang teknologi seperti di masa lampau.”
Berikut ini contoh kalimat yang tidak logis yang dimuat di media cetak. “Aktor Sophan Sophian meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit.” Apa benar bisa seseorang meninggal karena dalam perjalanan menuju rumah sakit? Sangat tidak masuk akal. Yang benar, Sophan Sophian meninggal akibat kecelakaan, jatuh dari motor.yang dikendarainya. Kemudian dibawa ke rumah sakit, tapi dalam perjalanan menuju rumah sakit nyawanya tidak dapat diselamatkan. Ini fakta di lapangan.
Ada lagi kalimat yang tidak logis, bahkan sering tidak disadari kesalahan tersebut. “Dia menghubungi aku kemarin dengan telepon” Kalimat ini benar dan baik, tidak ada yang mengganggu, lancar dan teratur. Tapi jangan terkecoh, ada yang tidak logis dalam kalimat ini. Pemakaian kata “dengan” dalam kalimat ini tidak logis. Menurut Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia kata “dengan” artinya; beserta, bersama-sama, keselaran, kesesuaian. Coba ganti dengan kata sinonimnya, kalimat itu bunyinya, “dia menghubungi aku kemarin bersama telepon.”
Kata yang tepat adalah “melalui” atau lewat telepon bukan “dengan” telepon. Makna kata melalui dalam kalimat ini ialah jalan yang ditempuh atau yang digunakan. Dalam ilmu komunikasi disebut media (perantara) Media (channel) yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Supaya pesan itu sampai kepada orang lain (receiver) digunakanlah media. Saluran yang dilalui/dilewati pesan tersebut, itulah yang disebut media. Media itu bermacam-macam; telepon, radio, surat kabar, televisi, film, vcd, vd, cassette, buku, spanduk, poster dan handphone
Gunakanlah media sesuai kebutuhan agar pesan sampai kepada tujuan sebagaimana yang diharapkan.
Penulis, pengajar di Fisipol UKI Jakarta, mengampu mata kuliah bahasa jurnalistik. Yang berminat bertukar pikiran bidang jurnalistik silahkan bergabung ke email: baharuddinsilaen@ yahoo.com.
Minggu, 27 Juli 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
ok bangat
Posting Komentar