Selasa, 27 Desember 2011

Pontianak:

Bumi Khatulistiwa yang Rukun

Sebutan lain untuk Pontianak adalah “Bumi Khatulistiwa.” Julukan itu bukanlah mengada-ada, itu adalah berdasarkan fakta. Soalnya, kota ini memang dilalui garis ekuator. Bahkan di Pontianak berdiri tugu lintasan garis ekuator yang banyak dikungjungi wisatawan domestik dan luar negeri. Tugu itu berada di seberang Sungai Kapuas, sekitar 15 kilometer ke sebelah timur Kota Pontianak.

Pada 1938, tugu asli dibangun kembali oleh arsitek Ferdinad Silaban dengan beberapa tambahan. Konstruksi dan bangunan Tugu Khatulistiwa yang aslinya masih dapat disaksikan, yang saat ini disimpan di dalam kubah tugu yang baru.

Bangunan duplikat tugu dan kubah yang baru, diresmikan Gubernur Kalimantan Barat, Parjoko Suryokusumo, 21 Spetmebr 1991.

Pada garis ekuator, sering terjadi fenomena alam, seperti hujan zenithal dan juga pembelokan arah angin dari arah semula akibat rotasi bumi. Pada garis ekuator, yaitu tengah hari setiap tahunnya, tepatnya pada 21-23 Maret dan 23 September benda-benda tegak lainnya yang berada di sekitar Tugu Khatulistiwa tidak ada bayangan sama sekali. Inilah sebagai bukti bahwa Tugu Khatulistiwa terletak tepat pada garis lintang nol derajat.

Pontianak juga populer dengan julukan kota “Seribu Parit.” Maklum kota ini memang banyak paritnya, termasuk di jalan portokol seperti Jalan Gajah Mada, Jalan Ahmad Yani, Jalan Tanjungpura, Jalan Sultan Muhammad dan Jalan Veteran. Wajarlah di mana-mana ditemukan parit, apalagi di daerah ini terdapat Sungai Kapuas, sepanjang 1.369 kilometer yang membentang membelah kota Pontianak.

Ketika penulis berada di Pontianak, awal musim hujan (November-Desember) dan sempat menyaksikan air parit di sepanjang Jalan Gajah Mada naik hingga menggenangi jalan protokol dan pekarangan rumah penduduk. Curah hujan di Kalimantan Barat memang termasuk tinggi. Tak heran, hampir tiap tahun banjir adalah ancaman bagi penduduk Pontianak.

Pengamat tata kota Prof Abdul Hamid MEng, menilai, drainase Kota Pontianak menjadi salah satu di antara masalah yang tak terselesaikan dengan baik sejauh ini. Akibatnya sejumlah kawasan kerap tergenang air, baik pada saat curah hujan tinggi, maupun ketika pasang terjadi. Abdul Hamid juga meneliti, ternyata sudah banyak parit yang hilang dan berubah fungsi. “Dampaknya terhadap pendistribusian air menjadi terganggu dan air tidak lagi mengalir dengan cepat,” kata Abdul Hamid, seperti dikutip “Tribune Pontianak.”

Belum lagi letak Kota Pontianak yang landai, berada pada ketinggian 0,2 hingga satu setengah meter di atas permukaan laut, ini juga turut memperparah keadaan, ketika pasang naik dan musim hujan tiba, misalnya.

Namun, ada hal yang menarik dan pantas dicontoh dari budaya masyarakat Pontianak. Masyakatnya terbuka dan hidup rukun. Penduduk yang berjumlah empat setengah juta ini, mampu hidup rukun berdampingan dengan orang lain yang berbeda suku dan agama. Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Barat, Kartius, memaparkan hal itu di hadapan peserta Sinode Distrik Jawa Kalimantan, saat memberi sambutan mewakili Gubernur Kalimantan Barat.

Kartius menjelaskan, siapa pun orangnya dan apa pun suku dan agamanya, kalau memamang dia mampu, kami masyarakat Pontianak sangat mendukung. Masyarakat Kalimantan Barat sangat terbuka dan menghargai perbedaan. “Berbagai suku ada di Pontianak, termasuk orang Batak,” ujar Kartius warga gereja Katolik Pontianak ini sambil menambahkan di Pontianak tidak pernah terjadi konflik antarumat beragama.

Penjelasan Kartius memang betul adanya. Suasana rukun beragama itu dapat disaksikan di sepanjang jalan di Pontianak, berbagai rumah ibadah berdiri megah bahkan saling berdekatan. Ini adalah juga salah satu indikasi bahwa di Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Malaysia ini memiliki nilai toleransi beragama yang tinggi. Hal ini patut dicontoh daerah lain. “Orang Dayak sangat menjunjung tinggi kehidupan bersama. Terbuka dan tidak hanya mementingkan kelompoknya,” ucap Sekda Kartius yang asli Dayak Pontianak.

Betul yang disampaikan Kartius, buktinya di Kalimantan Barat saja, ada lima HKBP (resort) yaitu di Pontianak, Sanggau Kapuas, Sintang, Singkawang dan Soparnak. Ditambah pagaran HKBP Pontianak; Jeruju, Teluk, Siantan dan Kuala Dua. Pagaran HKBP Sanggau Kapuas: Gunung Meliau dan Balai Karangan. Pagaran HKBP Sintang: Belitang dan Naga Pinoh. Pagaran HKBP Singkawang: Mempawah. Pagaran HKBP Soparnak; Perindu dan Kolompu-Kembayan.

Selain terkenal rukun, juga hasil bumi Pontianak sangat mendukung kehidupan penduduknya. Seperti; padi, ubi kayu, kelapa, lada, tengkawang, cengkeh, sereh wangi, kayu, rotan dan damar. Barang ekspor; kayu log, minyak kelapa, lada dan biji tengkawang. Tak terkecuali jeruk Pontianak yang terkenal manis. Hampir semua sudut kota dijumpai pedagang buah termasuk jeruk di antaranya. Begitu juga dodol lidah buaya dan jus lidah buaya yang gurih rasanya.

Kalimantan Barat terkenal penghasil: emas, intan, minyak bumi, uranium dan kaolin. Hasil penelitian bijih uranium Kalimantan Barat oleh Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) di Jakarta, kadar uranium 0,3 sampai satu persen. Berarti cukup tinggi dan dapat dipakai sebagai cadangan devisa, jika persediaannya cukup banyak. baharuddin silaen

Tidak ada komentar: