Senin, 28 Maret 2011

HKBP Harus Jelas Jati Dirinya

Menjelang 150 tahun HKBP pada 2011, Ephorus Pdt Dr Bonar Napitupulu di hadapan 1300 pendeta kembali menegaskan, HKBP perlu semakin jelas dan tegas akan jati diri sebagai suatu gereja yang hidup dan berkembang di dunia ini. Identitas inilah yang sekaligus membedakan HKBP dengan gereja lainnya. “Pernyataan HKBP adalah HKBP adalah juga sikap konsisten gereja ini terhadap jati dirinya. Dia punya ciri khas yang jelas yang dituangkan dalam Aturan dan Peraturan, Konfesi, RPP dan Agenda HKBP, “ kata Bonar Napitupulu saat menyampaikan bimbingan pastoral pada Rapat Pendeta di Sipoholon baru-baru ini. Begitu juga mengenai tohonan (jabatan) Ephorus Napitupulu menjelaskan, tohonan, bukan jenjang karier, tetapi merupakan panggilan yang dikelola secara profesional. Ia juga menyinggung pemahaman HKBP berkaitan dengan pelaksanaan perjamuan kudus, khusus mengenai roti, ditegaskan supaya seragam dan memperhatikan konteks berlakunya. Misalnya tentang roti yang diponggoli (dipecah). Selain teologi, ia pun mengingatkan pendeta HKBP supaya menghayati jati diri pelayanan yang holistik termasuk pembagian tugas pelayanan pendeta. Hal yang sama dilontarkan Ketua Rapat Pendeta Pdt Dr Jamilin Sirait, pimpinan HKBP bersama Ketua Rapat Pendeta (KRP) perlu menunjukkan sikap pada situasi yang sedang berkembang atau isu-isu yang hangat. Ke depan, menurut Jamilin Sirait, KRP sebaiknya dijabat pendeta yang berkualitas dan mampu mengayomi semua pendeta HKBP. Bahkan mengenai figur dan posisi KRP termasuk yang dibahas dalam kelompok. Kelompok mengusulkan, KRP dilembagakan dan berkantor di Kantor Pusat HKBP. Komisi-komisi yang ada di HKBP supaya bernaung di bawah KRP. KRP mengikuti dan menentukan jadwal Rapat Pendeta Distrik HKBP. Rapat pendeta juga membahas tentang persembahan dan liturgi. Persepuluhan yang kurang populer di kalangan warga HKBP salah satu topik yang dibahas. Persepuluhan adalah bentuk persembahan yang juga bisa dilakukan warga HKBP. Agar pemahaman persepuluhan ini seragam, perlu dibuat dokumen teologisnya dan menjadi dokumen resmi HKBP. Kelompok mengusulkan supaya dibuat tata ibadah “Tohonan Evangelis.” Sedangkan mengenai Konfesi dan RPP ada sejumlah topik yang ditambahkan. Seperti gereja dan negara/pemerintah, manusia dan kesetaraan gender, iman dan Iptek, pernikan, kekerasan, hak asasi manusia, keadilan sosial dan hubungan kekristenan dengan adat. Begtiu juga isu pemanasan global, homoseks dan lesbian, pembangunan rumah ibadah, penjualan manusia (human trafficking) aborsi, bayi tabung, NAPZA, HIV/AIDS dan terorisme. Termasuk Komisi Teologi agar merumuskan ajaran Kristen yang menjadi pegangan warga HKBP. Misalnya mengenai: doa, ibadah, pernikahan dan persembahan. Dokumen lain yang dibahas dan termasuk yang baru dalam pendeta HKBP adalah Kode Etik Kependetaan HKBP. Kode etik ini sebagai pedoman praktis bagi pendeta HKBP saat menjalankan tugas kependetaannya. Salah satu pasal menyebutkan, “Pendeta HKBP sebaiknya tidak membawa persoalan HKBP ke luar HKBP. Pedenta HKBP harus senantiasa berusaha mengatasi persoalan dalam jemaat/unit pelayanan. Jika seorang pendeta tidak mempu menyelesaikan konflik/persolan dalam pelayanan, maka dia harus mengakui secara jujur kepada pimpinan. “Pendeta HKBP yang terbukti sengaja menciptakan persolan (konflik) dalam tugas pelayanan, sebaiknya keluar dari pendeta HKBP.” Mengenai pendeta yang aktif dalam politik juga diatur dalam Pasal 11 ayat tujuh, “ Pendeta HKBP yang aktif berpolitik praktis, menjadi anggota legislatif, pengurus partai, aktivis LSM dan bekerja di lembaga di luar HKBP yang memperoleh rekomendasi dari Ephorus HKBP, tetap terhitung sebagai pendeta HKBP yang melayani di luar HKBP.” Kode etik ini juga mengatur pemakaian baju toga (baju tohonan). “Pendeta HKBP tidak diperbolehkan memakai baju toga untuk kegiatan demonstrasi, pengadilan, kampanye dan kegiatan politis lainnya.” Namun kelompok yang merumuskan Kode Etik Kependetaan HKBP mengusulkan, dokumen ini masih perlu diperbaiki khusus redaksional dan sebaiknya melibatkan beberapa ahli yang berkaitan dengan isi kode etik tersebut. Meskipun rapat ini diwarnai interupsi pada hari pertama saat sesi orientasi, namun semua acara berjalan dengan baik dan berhasil memilih Ketua Rapat Pendeta HKBP yang baru periode 2009-2013. Pdt Willem TP Simarmata MA terpilih menjadi KRP HKBP. (bas)

Tidak ada komentar: