Senin, 28 Maret 2011

Kata Rancu

Kata rancu adalah kata yang kacau. Dalam bahasa Inggris disebut contamination. Diindonesiakan menjadi “kontaminasi”—artinya kurang lebih “kerancuan.” Asal kata “rancu”—sama dengan kacau. Sedangkan “kontaminasi”—pencampuran yang tidak disengaja. Kontaminasi dalam bahasa (ungkapan) ialah pencampura bagian ungkapan yang satu dengan bagian lain. (Rosihan Anwar, Bahasa Jurnalistik dan Komposisi) Ibarat makanan yang terkontaminasi dengan bahan kimia misalnya, makanan bisa berubah warna atau rasanya menjadi hambar atau malah berbahaya bila dimakan. Kira-kira seperti itulah kata rancu dalam tulisan—bisa berubah artinya, termasuk makna kata dalam kalimat jadi hambar atau kacau, tapi tidak sampai berbahayalah! Asal tau saja, hampir semua tulisan yang masuk ke redaksi Suara HKBP ditemukan kerancuan dalam bahasa atau “gejala” kontaminasi. Beruntung desk editor (penyalaras bahasa) majalah ini berbaik hati memperbaikinya. Lucunya, dan kadang bikin jengkel, kesalahan yang sama masih juga diulangi penulis yang sama, padahal sudah “dirapikan” kata rancu tersebut dari tulisan sebelumnya. Tapi tidak apalah! Itulah alasannya rubrik “Bahasaku” ini diupayakan terus tampil di Suara HKBP. Siapa tau ada yang melirik serta ada manfaatnya bagi penulis yang suka kirim tulisan ke Suara HKBP. Kata-kata rancu atau kontaminasi yang perlu diwaspadai antaralain: “untuk sementara waktu,” “sementara orang,” ” selain daripada itu,” “ berhubung karena,” “oleh karena itu,” “ oleh sebab itu,” “ demi untuk,” “ agar supaya.” Contoh penulisan yang salah yang dikutip dari berbagai tulisan dan berita. “Karena jalan-jalan tergenang air, untuk sementara waktu jalur lalulintas dialihkan.” Kenapa rancu kalimat ini? Karena dalam kata “sementara” sebenarnya sudah terkandung makna “waktu.” “Sementara” adalah keterangan waktu—artinya “sedang.” Jadi tidak perlu dicantumkan lagi “sementara” sebab sudah ada kata waktu. Penulisan yang benar, “Karena jalan tergenang air “untuk beberapa waktu” jalur lalulintas dialihkan.” “Jalan tidak dapat dilalui kenderaan karena air masih tinggi, sementara orang terpaksa jalan kaki.” Pemakaian kata “sementara orang” keliru, yang betul adalah “ Jalan tidak dapat dilalui kenderaan karena air masih tinggi, “beberapa orang” terpaksa jalan kaki.” Bukan “sementara politisi,” tetapi “beberapa politisi.” Bukan “sementara kalangan,” tetapi “beberapa kalangan.” Jangan tulis “sementara mahasiswa” tapi “beberapa mahasiswa” “Selain daripada itu” ungkapan ini salah. Yang benar, “selain itu” atau “lain daripada itu.” Kata “selain itu” biasanya digunakan sebagai keterangan tambahan dari pernyataan sebelumnya. Misal, “Rumah, sawah dan jalan-jalan terendam banjir, “selain itu” bantuan juga belum ada diterima para pengungsi.” “Berhubung karena” dalam ungkapan ini pun terdapat kerancuan atau salah pasangan. Seharusnya “berhubung dengan” atau kalau ragu tulis saja “karena,” amankan? Ungkapan lain yang sering tidak disadari rancu; “oleh karena itu” dan “oleh sebab itu.” Kedua ungkapan ini paling “laris manis” dalam tulisan. Penulisan yang tepat adalah “karena itu” atau “sebab itu.” Kata “oleh” sebaiknya dihilangkan saja. Tidak ada faedahnya. Biasanya kata “karena itu” dan “sebab itu” muncul di awal kalimat. Contoh, “Karena itu, pemerintah DKI berupaya keras menanggulangi banjir yang hampir setiap tahun melanda Jakarta.” Penulisan yang salah, “Oleh sebab itu, semua pengungsi banjir diharapkan mendapatkan pengobatan.” Yang benar, “Sebab itu, pemerintah diharapkan segera mendatangkan bantuan makanan kepada pengungsi.” Kata “oleh” dan “sebab” sering dirancukan pemakaiannya, sehingga selain tidak hemat kata, ungkapan “oleh sebab itu” termasuk mubazir atau tidak bermanfaat. Begitu juga “demi untuk” dan “agar supaya” jangan dicampur-adukan. Karena “demi” dan “untuk” sama artinya. Begitu juga “agar” dan “supaya” tidak ada bedanya. Pilih saja salah satu, “agar” atau “supaya” saja. Jangan takut membuang salah satu kata tidak perlu dipaki dua-duanya—rancu! “Pendeta dalam kotbahnya mengatakan, “agar supaya” jemaat saling membantu dan mendoakan,” Buanglah salah satu dari dua kata tersebut. “Pengendara sepeda motor diwajibkan memakai helem, “demi untuk” keselamatan pengendera.” Tidak ada beda “demi” dan “untuk” pilih saja salah satu “demi” atau “untuk.” Cobalah, pasti tidak rancu lagi! Penulis mengajar di Fisipol UKI mengampu mata kuliah bahasa jurnalistik. Email: baharuddinsilaen@yahoo.com

Tidak ada komentar: