Senin, 28 Maret 2011

Sumber Petaka Merebakdari Jantung Keagamaan

Semua agama mengkalaim dirinya pembawa damai, menolak kekerasan dan menerima perbedaan sebagai anugerah. Sayang klaim damai yang digemborkan masih sekedar teori, yang kelihatan justru sikap mencurigai yang berujung petaka. Anehnya, justru dari jantung keagamaan itu sendiri sumber pertikaian bagi umat manusia yang sama-sama beragama. Apa sebenarnya pemicu sentimen agama ini? Langkah apa yang ditempuh meredam konflik agama di tengah masyarakat majemuk seperti Indonesia? Suara HKBP mewancari Pdt Willem TP Simarmata MA, mantan Sekretaris Jenderal HKBP (1998-2004 dan 2004-2008) Ketua Umum PGI Wilayah Sumatera Utara (1999-2005 dan 2005-2011) dan Ketua Umum FKKGSU (2007-2012) Berikut ini petikan wancara itu. Apa sebenarnya fungsi agama di tengah masyarakat majemuk? Begini, agama sebenarnya bukanlah sesuatu yang asing bagi kemanusian dengan segala persoalannya. Apa pun bentuknya agama sangat erat hubungannya dengan manusia. Ia bukan agama kalau tidak manusiawi. Ia dibentuk dan dilembagakan oleh manusia tetapi substansinya serta ajarannya tidak bisa dilepaskan dari manusia sebab ajarannya bersumber dari Tuhan. Agama tidak hanya berbicara soal hubungan antara Allah dan manusia , tetapi juga soal hubungan antarmanusia bahkan dengan seluruh ciptaan Allah. Fungsi agama adalah panduan bagi umat manusia bagaimana ber-Tuhan, bermasyarakat dan memperlakukan sesama umat manusia. Benarkah agama mendukung tegaknya keadilan dan kesejahteraan masyarakat? Benar! Agama mendukung tegaknya keadilan dan berupaya memajukan kesejahteraan masyarakat. Tidak ada satu agama pun di dunia ini yang tidak mendukung tercipatnya keadilan dan kesejahteraan bagi manusia. Karena itu agama harus mampu saling merangkul, seperti negara kita Indonesia penduduknya majemuk, sifat-sifat saling menghargai dan menghormati itu harus terus ditingkatkan. Supaya hal itu dapat terwujud, lembaga keaagamaan melalui tokoh agama harus bekerja keras mendukung semua aspek yang dapat menegakkan keadilan tersebut. Bagaimana Anda melihat ketika orang beragama merusak rumah ibadah, apakah ini keadilan? Dalam kasus ini, saya melihat ada pemahaman yang kurang terbuka terhadap agama yang berbeda. Sebenarnya harus dipahami, agama tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Ini menjadi persolan, ketika agama disalahartikan secara sempit—hanya sarana mengagungkan nama Tuhan atau hanya “menyenangkan” hati Tuhan, tapi lupa terhadap sesama umat manusia yang ada di sekitarnya. Seolah-olah agama adalah urusan Tuhan. Ini pulalah pemicu kebencian sehingga tidak segan-segan mengorbankan yang lain karena berbeda agama dan merusak rumah ibadah karena bukan satu agama. Apa yang salah? Penafsiran barangkali yang keliru. Kemudian, perlu dihindarkan, jangan sampai agama identik dengan tumpukan larangan atau hukum terhadap perbuatan yang tidak benar. Ajaran agama sejatinya menjadi inspirasi bagi umat untuk melakukan hal-hal positif kepada sesama umat beragama. Apa yang harus dilakukan, supaya impian itu terwujud? Pemimpin agama harus terus menerus menjelaskan kepada umatnya, orang beragama harus bertanggung jawab kepada sesama meskipun berbeda keyakinan untuk memajukan keadilan, kebersamaan, kesejukan sehingga terbentuk kehidupan masyarakat yang lebih baik serta bermartabat, damai dan rukun. Seperti itulah pantasnya gambaran kehidupan umat yang mengaku beragama. Agaknya, tidak salah mencontoh apa yang dilakukan agama lain dalam perihal berbuat baik terhadap yang lain. Hampir semua pemimpin agama mengklaim bahwa ajaran agama apa pun menolak kekerasan apalagi membunuh, apakah Anda melihat itu sudah terwujud di Indonesia? Pertama yang perlu diperhatikan adalah peranan agama itu sendiri, harus dilihat dari sudut positif. Dengan demikian tumbuhlah saling meghargai. Tapi kalau agama selalu dilihat dari sisi negatif yang muncul malah sikap curiga. Bagaimana mau duduk bersama kalau terus-menerus ditanamkan sifat negatif terhadap agama tertentu. Dalam suatu bangsa dan negara majemuk, siapa pun dia, harus melihat sumbangan agama di Indonesia sangat nyata dalam membangun kehidupan umat, baik spiritual maupun moral masyarakat. Karena itu harus mampu menghargai perbedaan yang ada. Perbedaan bukan awal dari perlawanan dan permusuhan. Agama-agama berbeda karena sejarah manusia memang berbeda. Umat manusia diciptakan Tuhan tidak sama, makanya ada perbedaan dan perbedaan itu harus diterima sebagai anugerah bukan persoalan? Kalau hal ini dipahami bersama, suasana hidup umat beragama di Indonesia akan bertambah indah dan sikap saling mendukung serta menghormati pun tidak lagi hanya impian belaka. Jangan-jangan agama Kristen pun ikut bikin masalah? Makanya, jangan hanya melihat kesalahan agama orang lain, kita pun perlu intropeksi secara kritis terhadap penampilan agama kita (Kristen) Siapa tau di dalamnya ada sikap dan perilaku yang merugikan masyarakat atau barangkali mengancam persatuan umat beragama. Siapa tau justru kita sendiri yang mengundang pihak lain membeci dan mencurigai ajaran yang kita anut. Saya pikir kualitas iman perlu terus dibina jangan hanya menambah jumlah umat yang dikejar. Pemimpin agama jangan hanya mengejar target agar pengikut Kristus terus bertambah dan banyak jiwa yang diselamatkan, tapi lupa mengajarkan bagaimana selayaknya umat Kristen hidup dengan umat yang berbeda agama. Agar sikap netral gereja tetap terjaga, sebaiknya posisi gereja bagaimana? Gereja harus cerdas jangan sampai terbawa arus kelompok dan partai tertentu sehingga menjadi sumber konflik. Ini yang musti dihindari, agar gereja jangan sampai terseret kepada posisi diperalat bagi kepentingan pihak tertentu. Dengan begitu indepensi kenetralan gereja tidak terusik oleh kekuatan dari luar. Harus juga dijaga, gereja bersama dengan lembaga keagamaan lainnya jangan menyerahkan moralitas politik kepada elit politik begitu saja. Sebab, keikutsertaan gereja dan lembaga keagamaan lainnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah menegakkan dimensi moral dan etika. Jangan lupa, bangsa atau negara tanpa moral dan etika akan selalu menghasilkan penyalahgunaan kekuasaan menindas sesama warga masyarakat. Langkah apa sebaiknya yang harus dilakukan dalam hal ini gereja di tengah masyarkat majemuk. Pendapat Anda? Saya pikir, gereja perlu mendalami teologi yang dianut, apakah mencerminkan perilaku inklusif atau eksklusif? Harus diingat, klaim kebenaran hanya milik kelompok sendiri adalah bentuk arogansi yang mengganggu kebersamaan. Pimpinan gereja harus berfungsi sebagai nabi yang memegang peran kontrol sosial dan pengawal demokrasi. Gereja juga harus peduli dan punya program jelas terhadap persoalan kemiskinan, HAM, korban bencana alam, dan korban HIV/AIDS. Gereja juga harus tegas terhadap tindakan anarkisme yang melawan hukum adalah juga sesuatu yang harus diwaspadai, sebab pada akhirnya akan mengganggu kebersamaan di tengah-tengah bangsa. Anda punya ide yang harus segera dilakukan gereja ke depan? Ya, saya punya ide, supaya ditinjau dan dirumuskan kembali teologi yang dianut gereja. Tapi, rumusan itu sebaiknya hasil langsung dialog dengan konteks masyarakat plural, termasuk menempatkan umat lain dalam rumusan. Saya pikir, gereja pun perlu merumuskan ulang pemahaman akan misinya. Termasuk strategi penginjilannya harus dalam konteks masyarakat majemuk. Selain merumuskan ulang teologi, apa lagi menurut Anda yang mendesak dilakukan gereja? Dialog. Saya pikir ini yang mendesak, gereja harus semakin terbuka kepada dialog. Dialog yang kita maksud bukan hanya sekedar diskusi dan percakapan atau seminar tetapi juga menyangkut kesediaan menerima keberadaan umat lain, sehingga bisa saling belajar dan memahami pengalaman rohani umat lain. Bagaimana dengan kurikulum pendidikan teologi, apakah ini juga penting ditinjau kembali? Tentu sangat penting. Kurikulum pendidikan teologi di berbagai perguruan teologi termasuk buku pelajaran di gereja perlu disesuaikan dengan tantangan zaman. Selain itu, kesadaran plural untuk memperkokoh kebersamaan, kesatuan dan persatuan bangsa harus terus dikumandangkan. Gereja harus secara terus menerus menyuarakan dan menolak kekerasan dalam bentuk apa pun dan memprakarsai hidup rukun dan damai dengan umat lain di dunia ini. (bas)

Tidak ada komentar: