Senin, 28 Maret 2011

Menigkatkan Emosional Anak

Kecerdasan emosional (emotion quotient) adalah kemampuan mengetahui emosi yang dirasakan serta mampu mengendalikannya. Emotion quotient ini menyangkut kemampuan mengatur suasana hati, mengendalikan kemarahan serta rasa takut, berempati dengan orang lain, bertahan saat stres dan tetap mampu berpikir rasional serta tidak berlebihan saat senang. Orang tua adalah pelatih utama emotion quotient (EQ) anak. Pada tahap ini yang perlu dilakukan orang tua adalah memahami emosi anak dan menjelaskan apa yang dirasakan. Misalnya, ketika anak marah, usahakan dia tau apa yang sedang dirasakannya. Lontarkan beberapa pertanyaan saat dia mengalami emosi kuat. “Kamu kesal ya?” “Lagi sedih? “Kamu lagi marah sama temanmu?” Mengenal emosi yang dirasakan anak langkah penting dalam mengelola emosinya. Menyadarkan anak lalu mengambil respon positif dari setiap emosi yang dialaminya. Hindari menghina anak. Seperti mengucapkan, “kog begitu aja marah?” “Bikin malu saja, soal kecil bikin kamu ngamuk seperti itu? “Sudah jangan nangis kayak anak kecil aja!” Respon seperti itu membuat anak menutup emosi, menghindari dan malah membuat respon berlebihan jika emosinya tak mampu dibendung lagi. Perlu diperhatikan orang tua, jangan biarkan anak menumpahkan emosinya tanpa batas. Seperti merusak mainan, membongkar semua isi lemari dan menginjak-injak bajunya karena kesal. Ini adalah bentuk pelepasan emosi yang tak terkendali. Orang tua harus mengendalikannya selaku pelatih EQ anak. Hal lain yang penting diperhatikan orang tua. Jangan menghina anak jika mengalami emosi marah atau takut atau terlalu sedih. Jangan abaikan perasaan anak dan malah menawarkan “suap” seperti kue atau permen saat anak sedih atau marah. Jangan biarkan secara ekstrim anak menumpahkan kekesalannya, seperti membiarkan anak merusak mainannya saat kesal. Duduklah bersama anak, pahami perasaannya, kemudian bantu anak menemukan cara efektif menurunkan emosinya. Adakalanya, tanpa banyak bicara, hadir bersama anak dan memahami apa yang dirasakan sangat membantu anak. Lakukan hal kreatif dan tawarkan pada anak cara mengelola emosinya. Upayakan jangan ada paksaan, tapi biarkan anak memilih sendiri. Sangat baik dan benar, apabila orang tua menjadi pendengar efektif dan biarkan anak mengatakan apa yang dirasakan. Sangat bijak, apabila orang tua meluangkan waktu berdua dan biarkan anak aman dan nyaman dengan kehadiran Anda. Orang tua harus terbuka dan peka dengan emosi anak. Kedekatan emosi dalah langkah lain yang perlu dilakukan orang tua. Selain itu, meluangkan waktu bersama anak dan melakukan hal yang disukainya termasuk cara ampuh pengajaran EQ. Orang tua selaku pelatih EQ anak harus menunjukkan keberanian luar biasa. Membantu anak memahami emosinya secara tak langsung menjadikan Anda juga sadar akan emosi yang dialami. Langkah ini bukan saja menjadikan anak bahagia, tapi juga mendorong orang tua lebih bahagia. Anak yang dibesarkan oleh orang tua yang paham emosi akan tumbuh menjadi anak yang menunjukkan banyak kasih sayang dan tak banyak berbenturan dengan orang tuanya. Anak akan lebih bahagia dan jauh dari hal berbahaya seperti penggunaan obat terlarang. Meningkatkan EQ anak adalah langkah penting yang bukan saja membuat anak jadi orang bermanfaat bagi masyarakat, juga orang tua yang lebih paham dan mencitai diri apa adanya. Sering orang tua berpendapat, anak yang intelligence quotient (IQ) kecerdasan intelegensi tinggi akan berhasil dalam hidupnya kelak. Pendapat itu tidaklah selamanya benar. Karena itu jangan anggap remeh terhadap emotion quotient (EQ) kecerdasan emosional anak. Ternyata di dunia kerja, orang dengan kecerdasan emosional (EQ) tinggi malah diminati banyak perusahaan. Manejer yang andal tak hanya jago mengelola pekerjaan timnya, tapi juga mengendalikan emosi saat memimpin dan beriteraksi. Anak dengan EQ tinggi tidak patah di saat sulit tapi bertahan dan semakin dewasa. Dia mampu bangkit kembali dalam waktu singkat dan jadi lebih berhasil. Sifat seperti itulah yang ditemukan pada pribadi anak yang memiliki EQ yang tinggi. Ada pendapat bahwa IQ nyaris tetap. IQ anak tidaklah berubah banyak saat dia dewasa. Lain halnya dengan EQ yang masih bisa ditingkatkan. Orang tua bisa membantu anak agar kecerdasan emosionalnya bertambah. EQ bisa dipelajari dan dilatih. Bicara soal emosi dan otak, tidak lepas dari soal amigdala. Amigdala adalah pusat memori yang menggantikan emosi dengan seluruh kejadian atau situasi yang dialami. Ini adalah bagian otak yang membuat kita bertindak tanpa sempat berpikir. Misalnya tiba-tiba menceburkan diri ke kolam renang saat melihat anak tenggelam. Ini terjadi tanpa sempat kita memoroses langkah apa yang dilakukan. Memutuskan terjun ke kolam renang adalah tindakan yang diambil tanpa melalui bagian otak rasional. Ini dilakukan oleh bagian otak emosional kita dalam waktu sangat cepat. Amigdala adalah pusat segala hal yang berkaitan dengan emosi. Amigdala menyisipkan semua kenangan dan respons emosi pada setiap kejadian, situasi atau benda. Bau melati menyisipkan kenangan wangi nenek serta rasa nyaman bersamanya. Bau densol mengingatkan perasaan tak enak dan menderita waktu di rumah sakit. Hidung dan mata kita menangkap bau serta benda yang dilihat. Informasi ini kemudian dikirim ke thalamus. Di thalamus sinyal ini dikirim ke neokorteks. Ini yang membuat amigdala lebih berperan dalam merespon yang kita lakukan saat genting. Artinya emsoi bisa jadi penentu respon yang diambil. Bagian otak paling primitif manusia adalah pusat emosi, dari batang otak terbentuklah pusat emosi. Kemudian baru jutaan evolusi manusia, neokorteks atau bagian otak untuk berpikir analitis dan rasional tumbuh di atasnya. Jadi, emosi adalah bagaian paling tua dan sudah ada sebelum adanya otak rasional. Ini juga membuat kita sadar bahwa emosi memegang peranan penting dalam kebahagian hidup. bas/healthylife

Tidak ada komentar: